Impostor Syndrome

Impostor syndrome atau sindrom impostor (impostor= penipu ulung) adalah fenomena ketika seseorang merasa bahwa kesuksesan yang dia raih adalah hasil dari keberuntungan semata. Orang yang mengalami sindrom ini tidak merasa dirinya kompeten meskipun mereka sudah mendapatkan banyak hal. Mereka juga punya ketakutan berlebihan tidak akan berhasil lagi di lain kali.1


Pauline Rose Clance, psikolog yang mencanangkan sindrom impostor, menyediakan Tes Impostor Syndrome yang bisa orang awam coba untuk mengetahui sindrom impostor lebih lanjut. Tetap saja, hasil tes tidak bisa menggantikan diagnosis resmi dari psikolog. Kamu harus datang langsung ke psikolog untuk berkonsultasi jika kamu mengkhawatirkan hasil tes tersebut. Jangan khawatir, orang awam kurasa akan mudah paham dengan instruksi tes sindrom impostor Pauline.

Aku sendiri mendapat nilai yang cukup tinggi, yaitu 93 dari 100. Artinya, sindrom impostor sangat berpengaruh terhadap kehidupan sehari-hariku. Sekilas memang, kubaca sindrom ini membuat orang yang mengalaminya merasa seperti penipu ulung di antara orang-orang berbakat. Rasanya seperti aku berada di tempat yang penuh orang pintar karena faktor rezeki nomplok. Aku merasa tidak sehebat orang lain, juga merasa kepintaran yang aku punya tidak sebanding dengan pencapaian yang aku peroleh. Akibatnya, aku merasa aku telah menipu banyak orang. Aku sedikit kaget tiap kali ada orang yang memujiku. Aku merasa tidak pantas dibilang begitu, yang terdengar seperti pujian berlebihan. Aku bisa merasa begitu karena takut-- mungkin di masa depan aku tidak akan bisa mendapatkan kesuksesan yang setara, atau yang lebih baik dari sebelumnya. Tapi aku juga merasa sesederhana memang begitu lah aku, tidak sehebat pujian yang orang lain berikan. Orang lain tidak begitu mengetahui semua yang kulakukan, jadi mereka bisa bilang seperti itu.

Aku juga punya ketakutan mendapatkan evaluasi dari orang lain. Ketika aku menjabarkan evaluasi akhir tahun atas pencapaianku sebagai salah satu anggota sebuah organisasi, aku masih ingat aku merasa tidak pernah melakukan apa-apa yang signifikan--bila dibandingkan dengan pekerjaan rekanku. Aku ketakutan setengah mati membayangkan respon orang lain yang mungkin akan menghujaniku dengan tatapan, "Kamu ngapain aja selama ini?" Pada akhirnya, aku menyadari orang-orang tidak begitu memerhatikan. Bahkan di sesi bertanya, tidak ada yang menyinggung hal itu sama sekali. Jika dilihat dari sisi orang luar, aku memang selalu datang setiap waktu aku dibutuhkan, kecuali jika ada halangan. Tapi aku tetap merasa kurang berkontribusi dan kurang kompeten hingga akhir tahun kepengurusan datang. Aku tidak tahu bagaimana tanggapan orang lain yang sebenarnya, karena orang-orang sangat mungkin menyampaikan pendapat dengan gula yang berlapis-lapis--tapi aku seratus persen yakin aku hanya melakukan sebatas yang aku bisa. Aku merasa kurang maksimal selama ini. Apakah ini sindrom impostor? Sejujurnya aku juga tidak begitu yakin. Aku merasa lebih masuk akal jika aku mendapatkan banyak hal bagus akibat keberuntungan berada di waktu dan bertemu dengan orang yang tepat.

Kalau melihat video di Youtube dan beberapa kiriman di Reddit, aku menyadari banyak orang berpikiran bahwa mereka merasa tidak pantas berada di posisi mereka sekarang, yang merupakan posisi tinggi di bidang mereka. Keadaan ini membuat mereka merasa takut, seakan-akan mereka tidak punya kemampuan yang diperlukan untuk menghadapi tugas-tugas yang mereka temui di posisi itu. Dari sudut pandang orang luar, tentu ini terlihat seperti sesuatu yang berlebihan. Orang-orang yang berada di posisi atas adalah orang-orang yang memang mampu menghadapi tekanan di atas pada saat itu. Setahuku begini lah hukum alam bekerja. Orang-orang akan mendapatkan apa yang pantas mereka dapatkan. Nyatanya, aku bisa berkata demikian karena sekarang aku tidak sedang memiliki pencapaian apapun. Aku tetap bisa merasakan dan mengerti bahwa sudut pandang orang luar ini sangat sulit meruntuhkan ketakutan, jikalau aku sedang berada di posisi yang penuh dengan orang berbakat. Namun, sulit bukan berarti tidak bisa, kan?

Bagaimana cara mengatasi sindrom impostor? Penjelasan video TEDEd menyatakan bahwa cara menghadapi sindrom ini adalah dengan berbagi kesulitan yang kita hadapi dengan orang lain. Tentu akan menyenangkan jika kita bisa berbagi dengan pendengar yang baik. Jika kita tidak punya teman, aku berpendapat bahwa menuangkan apa yang kita rasakan di buku atau aplikasi catatan dapat sedikit membantu. Setidaknya kita bisa menyadari bahwa otak kita sendiri lah yang mencurigai kita selama ini. Orang lain bahkan mungkin tidak akan memerhatikan setiap gerakan yang kita ambil sedetail perhatian dari otak kita. Dengan begini, kita bisa mencoba untuk berpikir seperti orang luar dan mengevaluasi pikiran kita sendiri.

Di tulisan kali ini pun, aku baru menyadari bahwa aku cenderung meragukan kualitas diri sendiri. Aku tidak sedang mengatakan aku adalah orang paling hebat sedunia, bukan itu. Akan tetapi, aku selama ini gagal mengetahui bahwa aku juga bekerja keras sesuai kemampuanku saat itu--untuk mendapatkan apa yang aku dapatkan pada saat itu. Keberuntungan tentu ikut bermain, tetapi bukan berarti aku diam saja selama ini. Toh, jika aku sungguh berdiam diri, hukum alam yang berlaku adalah aku tidak akan mendapatkan apa-apa, entah itu masalah atau keberuntungan. Jadi paling tidak, aku bisa melawan penilaian kepalaku yang penuh prasangka dan berkata: aku juga sudah berusaha sesuai kemampuanku selama ini.


You'll only receive email when they publish something new.

More from Kim Lobak
All posts