Ngobrolin "Snowdrop" episode 1

(Artikel ini sudah dipublikasikan pada 05/02/2022)

"Jika aku pengembara yang mencari cintaku, aku akan pergi ke ujung dunia ini."


Setelah drama yang selalu nangkring jadi topik populer ini kelar, aku baru sempat menonton episode satu. Sebagai orang yang pernah merasakan jadi bagian dari tim pementasan drama berlatar zaman dahulu di atas panggung kecil--sekali jadi aktor pendukung, sekali jadi tim properti alias backstage--aku bisa melihat bahwa pembukaan drama ini sangat, sangat mewah. Semua properti, mulai dari gaya dandanan, baju, kotak kemasan kue, hingga detail gedung-gedung besar dan jalanan, semuanya diatur dengan sangat baik sesuai tahun 1987, tahun kisah di drama ini bermula.

Tidak terbayangkan betapa pusingnya tim properti ketika merencanakan semua barang-barang itu. Bagaimana tim penata kostum mencari potongan busana yang pas untuk berbagai karakter. Bagaimana tim perias memberi sentuhan-sentuhan lembut yang menjelaskan kepribadian setiap wanita. Belum lagi tim yang mengatur suasana bangunan hingga kendaraan yang lewat. "Wah, pasti biaya yang digunakan sangat besar," pikirku.

Melihat asrama Universitas Wanita Hosu yang sangat besar, aku kembali teringat masa-masa dahulu sempat tinggal dua-tiga tahunan di sebuah asrama. Semua asrama pasti punya peraturan. Kadang ada peraturan yang dapat disanggupi semua orang. Sering kali, sih, banyak peraturan yang sulit diwujudkan sepenuhnya. Semua orang pasti pernah melanggar setidaknya sekali. Dari situ kita tahu, paling tidak bisa memenuhi 50-70% dari peraturan itu sudah cukup baik daripada tidak mematuhi sama sekali.

Suasana pertemanan di sana tampak bagus untuk asrama wanita berisi 360 mahasiswi. Semua orang terlihat akrab, atau paling tidak nrimo dengan keadaan teman sekamar. Eun Yeongro, yang diperankan oleh Jisoo Blackpink, memberikan kesan sebagai tokoh yang disayangi banyak tokoh lain. Terutama oleh teman-teman sekamarnya. Kamar nomor 207. Bila dibandingkan dengan suasana gerbong wanita di dalam kereta jurusan Manggarai jam 6 pagi yang berangkat dari Stasiun Bekasi, tentu akan sangat terasa perbedaannya.

Aku kira tadinya drama ini hanya bercerita soal percintaan. Ternyata aku salah. Aku sudah pernah bilang, belum, kalau aku tidak pernah baca sinopsis drama sebelum menontonnya? Dengan begini, aku tidak akan menebak-nebak atau menaruh ekspektasi tertentu dan hanya akan mengikuti direksi kamera di tiap episode.

Di episode pertama, sudah ada kesan menyeramkan yang ditunjukkan oleh gerakan sebuah partai. Aku kaget melihat mereka, anggota partai, seperti melakukan ritual dengan sesajen berupa darah dari tangan sendiri. Lagi-lagi aku teringat dengan kebiasaan ritual gaib orang yang ikut pesugihan. Biasanya mereka menggunakan darah ayam hutan. Bayangkan aku yang sedang menyambi makan melihat pemandangan mereka minum air dengan tetesan darah. Meskipun aku tahu paling-paling itu gula manis berwarna darah, tetap saja rasanya tak nyaman. Huft, aku beruntung adegan itu hanya dimaksudkan untuk menjelaskan kedudukan dua tokoh yang sepertinya sedang bersaing ketat.

Di salah satu adegan, ada seorang wanita yang sepertinya adalah anggota kepolisian. Aku sangat mengagumi jaket atau blazer yang dia kenakan. Potongannya sangat rapi dan tipis, panjangnya hanya sepinggang, berwarna cokelat batang pohon, membalut sweater turtle-neck berwarna putih yang terlihat tebal. Jujur saja, kalau aku bisa mengambil baju itu dari layar ponsel, tentu akan aku ambil tanpa pikir panjang. Apakah teknologi metaverse di masa depan dapat mewujudkan mimpi kecilku ini?

Kemudian aku melihat Yeongro memanjat dinding asrama karena dia telat. Aku memandangnya ngeri, apalagi karena lokasi kamarnya tinggi bukan main. Aku pernah melakukannya semasa kecil, berpijak di atas tembok yang sangat sempit sambil berjinjit dan berpegangan di dinding. Meskipun jarak yang kutempuh tidak sampai dua meter, tetap saja itu mengerikan karena otakku mau tidak mau membuat skenario apa yang terjadi jika aku terjatuh. Aku salut dengan Yeongro, otaknya masih berjalan dengan baik di saat-saat itu. Teman sekamar Yeongro lebih membuatku terkejut. Mereka hapal letak benda-benda yang mereka butuhkan untuk membantu Yeongro. Sungguh, mungkin efek panik dan kepepet sangat manjur di semua situasi yang berisiko jadi mencekam.

Di adegan ibu direktur asrama menyuruh seisi kamar mengucapkan peraturan asrama, sangat terlihat betapa otoriter kepemimpinan beliau. Patuhi jam malam, jangan memprotes, jangan menginap di luar, jangan memasak makanan. Sedikit sih, tapi semua ini adalah peraturan yang berat. Jika ada asrama untuk mahasiswi seperti ini di zaman sekarang, mungkin tidak akan banyak penghuninya. Tapi untuk ukuran asrama yang sepertinya bebas biaya di zaman itu, peraturan itu masih cukup sepadan bagiku. Memikirkan biaya bulanan untuk tempat tinggal bukan lah hal yang menyenangkan.

Tokoh sekamar Yeongro, Ko Hyeryeong yang diperankan Jung Sinhye, adalah tokoh lucu lainnya. Di menit-menit awal, dia sudah menerima cincin lamaran dari seorang pria, yang sepertinya petugas tentara, atau mungkin kepolisian. Tapi sepertinya orang tentara, sih, kalau lihat dari topi dan tas yang dia bawa. Meski begitu, dia masih menerima ajakan kencan buta karena yang mengajak lulus ujian nasional untuk CPNS sana. Dia bilang, sudah jadi naluri manusia untuk mencari pasangan hidup yang sebaik mungkin. Walaupun demikian, di adegan selanjutnya kita dapat melihat dia kecewa dengan pria itu, karena dia baru lulus tahap pertama. Mungkin sama dengan di sini, ujian CPNS membutuhkan beberapa tahap yang sulit. Maka tidak heran bila pria itu sudah seperti terbang di atas angin walau masih berada di tahap satu.

Adegan selanjutnya adalah yang paling membuatku tersenyum lebar. Yeongro ini seperti tokoh yang ceroboh namun dapat memikat hati orang. Seperti yang sudah kuduga, Lim Sooho yang diperankan Jung Haein, menaruh hati kepada Yeongro. Ketika Sooho terancam ketahuan oleh sekelompok orang yang sepertinya sedang mencari penjahat, Yeongro berpura-pura memarahi Sooho agar mereka tampak seperti sepasang muda-mudi yang tengah bertengkar. Tidak disangka, Sooho memeluk Yeongro. Mataku membelalak kaget sambil tersenyum penuh greget. Yeongro yang mencoba menyembunyikan rasa kagetnya, melingkarkan tangan di punggung Sooho dengan takut-takut. Setahuku, itu adalah tanda bahwa keduanya adalah pasangan saling menyayangi, bukan yang bertepuk sebelah tangan. Makanya aku mengerti kenapa Yeongro terlihat ragu sebelum melakukan hal itu.

Setelah ini muncul lah kesedihan. Sooho ingin mengajak Yeongro bertemu lagi. Tapi ekor matanya menangkap kehadiran polisi yang mengejarnya. Dengan berat hati Sooho terpaksa mendahulukan rencana dia sebagai mata-mata Korea Utara daripada dorongan hati kecilnya. Hatiku terenyuh, tidak mudah ya menjadi mata-mata. Apalagi untuk dua bangsa yang tadinya satu bangsa itu, Korea Utara dan Selatan. Jika saja, jika mereka berdua tidak terhalang kondisi seperti itu, kisah cinta mereka tidak perlu butuh waktu lama untuk menjadi kisah yang indah.

Tahun 1987 memang tahun yang penuh gejolak di Korsel. Di drama ini, ditunjukkan ada demo yang menentang pemerintah. Yeo Jeongmin, diperankan almarhumah aktris Kim Misoo, menjadi salah satu partisipan yang membantu kelancaran demo. Untung saja dia selamat malam itu dari kejaran pihak polisi. Sepertinya dia sengaja memiliki potongan rambut pendek agar identitasnya sebagai perempuan sulit dilacak, juga agar keberadaannya di asrama wanita tidak diperkirakan.

Tokoh lain, Yoon Seolhui yang diperankan Choi Heejin, sepertinya tidak mendapat banyak perhatian di sini. Perannya persis sebagai pendukung. Karakternya seperti ibu-ibu rumah tangga yang selalu mencoba mencari tahu kekurangan tetangga dan sedikit julid. Mungkin saja di episode selanjutnya, karena sepertinya Seolhui paling dekat dengan Yeongro, dia akan mengalami perkembangan karakter.

Drama "Snowdrop" yang kubahas memang baru episode satu, tapi banyak sekali hal menarik yang kutemui. Meskipun drama ini mengandung unsur politik, penulis dan sutradara membuatnya tidak begitu tegang dan membosankan. Justru rangkaian perilaku politik di sini memperkaya jalan cerita. Aku tidak sabar untuk menonton episode kedua. Apa kamu juga merasakan hal yang sama? Besok lagi kubahas episode selanjutnya, ya. Sampai jumpa!


You'll only receive email when they publish something new.

More from Kim Lobak
All posts