Connection ep.1
September 23, 2024•685 words
Barusan nonton drama Korea Selatan yang sepertinya membahas perjuangan polisi dalam memberantas kasus narkoba di suatu daerah. Hebatnya, petugas satuan kriminal berhasil menangkap semua pemangku organisasi pengedar narkoba tanpa terkecuali. Bawah sampai atas ditangkap. Namun, ini mungkin sumber masalahnya.
Kemarin-kemarin saya sempat berpikir, di dunia ini tidak ada namanya kecanduan. Adanya itu pilihan kita sendiri yang cenderung mengulang hal yang menurut kita "aman", "menyenangkan", "enak", dan sebagainya. Coba lihat beberapa jenis kecanduan yang marak zaman sekarang.
Kecanduan media sosial? Itu karena kita lebih senang menggulir layar terus-terusan tanpa peduli berapa banyak waktu yang kita tukar. Kita tidak peduli apakah informasi yang kita dapatkan dari media sosial itu setara dengan waktu yang kita punya. Istilahnya jika kita adalah seorang petinggi negara yang dimintai waktu oleh sesama pejabat negara dan wartawan sekaligus, manakah yang akan kita pilih untuk menghabiskan waktu kita? Sayangnya, di media sosial siapapun bisa menggerogoti waktu kita yang tidak dapat diulang itu. Orang pintar memang ada, tetapi entah kenapa lebih banyak orang menjengkelkan yang lebih terlihat ramai di sana.
Kecanduan main game? Itu karena kita lebih suka memilih menantang diri kita dengan angan-angan bahwa kita lebih jago dari orang lain, kita lebih hebat dari musuh, kita dapat menjadi si paling top global di dalamnya. Alih-alih menghabiskan waktu untuk melepas penat, kita malah menghabiskan lebih banyak dari yang seharusnya hanya untuk pencapaian semu. Tolong bedakan kepentingan diri kita dengan kepentingan pro player atau content creator yang setiap bulan mendapatkan beberapa keuntungan dari developer game tersebut.
Kecanduan PMO? Ini artinya memang suka merusak diri sendiri. Apa keuntungan melakukan hal tersebut selain mendapatkan kepuasan sesaat? Sadarkah kita akan efek domino yang berbahaya jika kecanduan ini tidak kita cegah sebelum jadi kebiasaan? Sudah tahu agama melarang, kenapa tetap dilakukan? Bukankah waktu yang terbuang itu lebih baik kita gunakan untuk mengembangkan diri sendiri menjadi orang yang lebih baik dan lebih pantas dipandang oleh orang yang lebih muda dari kita?
Kecanduan merokok? Oke, ini kecanduan yang paling merugikan sejauh saya menulis daftar kecanduan ini. Perokok pasif entah kenapa lebih sering terkena dampaknya. Kata orang yang belum pernah mencoba berhenti merokok, berhenti merokok itu sulit. Merokok adalah kebutuhan. Lebih baik hidup berdua bersama rokok daripada membahagiakan anak dan istri. Sebuah pikiran yang pantas kita anugerahkan Nobel Pesakitan. Kabar baiknya, merokok bisa, lho, dihentikan total. Banyak cerita mantan perokok aktif yang berhenti total atas keinginan sendiri. Alasannya beragam, namun ada alasan yang terlihat pintar, yaitu karena harga rokok semakin mahal. Jadi, jangan menyerah dulu wahai para perokok aktif yang ingin berubah. Sama seperti kecanduan lain, masih bisa dihentikan dengan modal keinginan dan kesadaran penuh dari diri sendiri.
Kembali ke topik drama, bagaimana dengan kecanduan narkoba? Bagaimana kalau hidup seseorang sangat apes--semoga kita dilindungi olehNya--sehingga tiba-tiba orang itu jadi pecandu karena "dibuat menjadi candu" oleh oknum penjual narkoba? Gampangnya, misalkan A adalah penjual narkoba. Sengaja menculik B, kemudian dia menyuntikkan cairan narkoba kepada B, lalu ketika B sakau dia memberikan obat lain kepada B. Begitu terus hingga B mengalami gejala tangan gemetar, lemas, pusing ketika efek obat itu perlahan menghilang. Tentu saja ini jadi pertanyaan baru untukku, apakah mungkin kecanduan narkoba dalam waktu singkat dan diakibatkan oleh kejahatan orang lain ini dapat segera dihentikan? Apakah modal "free will" seorang manusia dapat melawan efek gangguan syaraf yang diakibatkan kandungan bahan kimia dari narkoba itu?
Saya tidak tahu apakah hal itu mungkin. Harus menonton drama episode selanjutnya dulu, deh... Akan tetapi, entah kenapa ada titik kecil dalam hati berupa harapan bahwa selama kita ingin, maka keinginan itu dapat menjadi kenyataan, meskipun pasti ada saja tantangan yang akan muncul.
Tidak ada namanya kecanduan, yang ada itu cara kita mengambil pilihan yang salah; namun tetap kita ulangi atas dasar pembenaran yang kita yakini "benar". Di sini pentingnya refleksi diri, ya? Ehem, meskipun saya juga tengah berjuang melawan kecanduan, bukan berarti saya tidak bisa memberi masukan bagi sesama manusia yang tengah menghabiskan waktu dengan kecanduan yang tidak penting tersebut, bukan?
Ya, begitulah, saya cuma ingin menghabiskan sisa waktu yang saya punya dengan baik. Saya juga ingin manusia lain setidaknya ikut mencoba mengatur waktunya kembali. Semoga usaha kita menjadi orang yang lebih baik bisa terwujud nantinya, ya. Sampai jumpa.